Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Allahumma sholi Ala Sayyidina Muhammad
Salam sahabat M.S!
Dalam narasi ini, kami memaparkan sejarah perjalanan berdirinya Majelis Hadyunnabi Wal'Itrah.
yuk, disimak!
Sebelum masuk ke intinya, kami ingin mengajak sahabat M.S untuk sekilas mengenal lebih dekat para da'i yang berperan penting dalam berdirinya Majelis Hadyunnabi Wal'Itrah.
1. Habib Ja'far Shodiq Assegaf (Habib Jafar)
Lahir di Namlea, 24 Januari 1983. Setelah SD di Desa Larike, Ambon, tahun 1996. Kemudian, lanjut ke pondok Pesantren Al-Amin Sumenep, Mandura, di bawah asuhan KH Tijani Jauhari M.A dan KH Idris Jauhari. Setelah 6 (enam) tahun, habib meminta izin ke kiyai untuk belajar kepada Habib Zen Bin Hasan Baharun, pondok Pensantren Darullugoh Wa Da’wah (Dalwa) Bangil, Jawa Timur. Kemudian, Pada tahun 2005, habib pulang kembali ke Maluku. Di Maluku, beliau sempat bergabung dengan haroqah-haraqoh dakwah yang ada di sana (Maluku).
2. Ustadz Ahmad Murtado (Ustadz Murtado)
Lahir di Magelang, 28 Maret 1989. Bersekolah SD dan MTS di kampung Jetis, Kec. Wonosari. Mondok di Magelang selama 4 bulan. Setelah itu, mengaji di Ustadz Yahya di pesantren selama 2 tahun. Kemudian, beliau lanjut menimbah ilmu ke Pondok Pesantren Huraidoh, Bogor, Jawa Barat, selama 7 tahun di tambah kidmat (pengabdian) selama setahun. Pada tahun 2014, beliau ditugaskan oleh guru beliau (Habib Hamid Bin Abu Bakar Barakwan) untuk datang berdakwah di Pulau Buru, Maluku.
3. Habib Muhammad Bin Hasan Al-Jufri (Habib Moh. Jufri)
Lahir di Pekalongan, 10 Februari 1988. Menempuh awal pendidikan TK di sekolah Al-Irsyad Pekalongan. Kemudian, dilanjutkan dengan SD,SMP, dan SMA di sekolah swasta Ma'had Islam. Setelah itu, pada tahun 2006 beliau mondok di Pesantren Huraidho, Bogor, Jawa Barat, selama 7 tahun di tambah khidmat setahun. Selanjutnya, pada tahun 2013, beliau diminta oleh pemilik Yayasan Huraidho (Habib Alwi bin Idrus Al-Idrus) untuk mengajar di (negara) jiran Malaysia selama 3 tahun. Pada tahun 2016, beliau kembali lagi diminta oleh Habib Hamid bin Abu Bakar Barakwan (guru beliau) untuk berdakwah di Pulau Buru, Maluku, selama kurang lebih 7 bulan. Pada Tahun 2017, beliau diminta lagi mengurus dan mengajar di pondok pesantren yang ada di Bogor.
4. Habib Hamid Bin Abu Bakar
Barakwan (Habib Barakwan)
Lahir di Ambon, pada tahun 1973. Setelah 3 bulan, keluarga beliau hijrah ke Jakarta. Selama 10 tahun beliau belajar ke salah satu habaib murid dari Habib Idrus Palu yang mana tinggal di Cakung. Kemudian, beliau melanjutkan berguru ke Syekh Abdullah Awad Abdun, Pondok Pesantren Daruttauhid, Malang. Setelah itu, beliau lanjut belajar kepada Al-Habib Umar bin Hafidz di Tarim Hadramaut, Yaman. Setelah sekian tahun belajar dengan Habib Umar, beliau kembali ke tanah air (Indonesia) dan sempat beberapa tahun mengajar di pondok Pesantren Huraidho, Bogor. Sekarang berdakwah dan mengajar di beberapa majelis ta'lim yang ada di Jakarta dan Bogor, Beliau juga salah satu dari dewan pengajar di Majelis Rasulullah SAW, Jakarta.
Setelah membaca sekilas biografi tersebut, lanjut ke topik utama yang akan dibicarakan.
Sejarah Majelis Hadyunnabi Wal'Itrah
Majelis Hadyunnabi Wal Itrah adalah salah satu majelis yang ada di Kabupaten
Buru, Provinsi Maluku. Di kabupaten ini banyak sekali berdiri majlis ta'lim dan majlis dzikir di antaranya: Majelis Asmaul Husnah, Majelis
MahabahtuRasul, Majelis Raudatul Ilmi, Majelis Al-Hidayah, dan lain-lain. Dengan
kehadiran majelis=majelis tersebut, berinisiatiflah sebagian dari mereka untuk mendatangkan para ulama baik dari (daerah) Jawa maupun dari luar negara. Kedatangan mereka (para ulama) itu memberikan efek booster (pemacu)
yang begitu luar biasa pada masyarakat Buru sehingga nuansa keislaman di daerah
ini semakin berkembang pesat.
Pada tahun 2017, Kabupaten Buru mengadakan pesta demokrasi, yakni Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA). Selayaknya pesta demoksrasi di daerah lain akan selalu ada pro dan kontra sehingga menimbulkan ketegangan antarpihak. Suasana panas pilkada itu merembes ke berbagai aspek masyarakat, salah satunya aspek keagamaan dalam hal ini adalah kegiatan agama (Islam) terkhususnya majelis-majelis zikir. Bahkan, kegiatan sebagian majelis menjadi "vacum" maka dalam kondisi tersebut Habib Ja'far, Ustadz Murtadho, dan Habib Moh. Jufri berkumpul berembuk di Pilar (kediaman Ustadz Murtado) membahas tentang kegiataan majelis di Pulau Buru ke depannya.
Pada suatu sore, Habib Moh. Jufri
keluar dari kamarnya kemudian mengajak Habib Jafar dan Ustadz Murtado untuk
membuat majelis dengan mengesampingkan nama dan struktur yang
mana sasaran utamanya menggait anak-anak muda bupolo.
Teruntuk lokasi kegiatan perdana majlis saat itu terjadi
perbedaan pendapat antara dibuat di kediaman Ustadz Murtado (Kompleks Pilar) atau di
kediaman Habib Jafar. Akhirnya, disepakatilah kegiatan majelis pertama
kali di rumah Habib Jafar (tempat beliau tidak terikat dengan majelis-majelis yang
ada sebelumnya). Sebelum kegiataan majelis berlangsung, terlebih dahulu Habib
Jafar dan Ustadz Murtado silahturahmi ke tokoh agama dan tokoh masyarakat yang
ada di Kabupaten Buru untuk memberikan kabar mengenai pembentukan majelis
ini dan meminta doa serta meminta dukungan. Beberapa tokoh tersebut menyambut
dengan penuh semangat dan mendukung bahkan ada yang bersedia menjadi fasilitator
majelis serta berkeinginan untuk ikut serta.
Dalam periode tertentu,
Habib Moh. Jufri kembali ke pesantren. Waktu demi waktu berjalan, semuanya menunggu
kepulangan beliau (Habib Moh. Jufri) ke Buru. Didapatilah informasi bahwa Habib Moh. Jufri telah mengajar di pondok pesantren. Tanpa menunggu lama,
Habib Jafar dan Ustadz Murtadho sepakat melanjutkan gagasan (luar biasa) itu maka pada tanggal 10 Juli 2017 M/16 Syawal 1438 H,
malam Selasa, dilaksanakan kegiatan perdana di kediaman
Habib Jafar, lantai 2. Secara perlahan-lahan diajaklah sanak kerabat teman
untuk ikut serta dalam kegitan majlis. Seiring waktu berjalan,
beberapa majlis yang tadinya sempat “vacum” Alhamdulillah bisa
aktif kembali, jadwal majlis yang sebelumnya telah ditetapkan
maka dipindahkan dari malam Selasa ke malam Kamis..
Adapun majelis ini memiliki program, yakni sebulan sekali mengadakan kegiatan majlis berskala besar di mesjid-mesjid dan setiap pekannya seperti biasa diadakan dari rumah ke rumah jamaah. Kembali lagi di cerita awal bahwa majlis ini berdiri tanpa memikirkan nama dan struktur membuat masyarakat (menjadi) bingung, "Bagaimana memanggil majlis ini?"
Perspektif majelis ini di mata masyarakat luas tidak terpisahkan dengan sholawat kepada Baginda Nabi Muhammad SAW maka secara spontan masyarakat memanggil sementara majelis ini dengan sebutan Majelis Sholawat (M.S).
.
Pada tahun 2020, Habib Barakwan, murid Habib
Umar bin Hafidz, menanyakan nama majlis ini,
sebab mulai dikenal luas, tetapi tidak mempunyai "Nama Jelas".
Kemudian, beliau memberikan nama Hadyunnabi Wal'itrah yang
memiliki arti petunjuk nabi dan keluarga nabi.
Di saat yang sama, beliau memerintahkah agar jadwal majelis di malam
Kamis sebaiknya dipindahkan ke malam Sabtu dengan alasan telah terbentuk
lagi majlis baru di Kabupaten Buru. Sejak itulah,
jadwal majlis ini dipatenkan setiap Jumat malam
Sabtu sampai sekarang.
Demikian narasi
perihal Catatan Awal Majelis Hadyunnabi Wal'Itrah, akhir
kata, mohon maaf bila mana dalam penulisan ini ada kekurangan, wallahu a’lam, Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
.
Pen: Yslnotes
Posting Komentar